Makna Pensiun dan Bagaimana Menghadapinya

Seperti halnya leisure (waktu luang), pensiun sulit didefenisikan. Pensiun lebih sulit didefenisikan dari hanya sekedar menerka usia seseorang (Szinovacz, & diviney, 1999; Henrata, 1997 dalam Cavanaugh; 2006). Satu cara untuk melihat seseorang dalam masa pensiun adalah menyamakan dengan seseorang melakukan penarikan dari dunia kerja. Defenisi ini kurang tepat, karena banyak lansia yang terus bekerja secara part-time. Jadi, makna pensiun ini masih sulit untuk di definisikan dengan jelas. (Mutchler.et.al, 1997; Ruhm, 1990, dalam Cavanaugh, 2006).

Selain itu pensiun kemungkinan dapat didefenisikan self-described state (keadaan yang digambarkan sendiri). Seseorang yang sudah tidak terkait dengan kerja serta sudah memasuki usia lanjut, tidak lagi bekerja, dan seseorang itu mendefinisikan sendiri bahwa dirinya sudah pensiun, maka seseorang itu sudah pensiun. Akan tetapi, defenisi ini pun tidak berlaku untuk yang lain karena beberapa orang Amerika keturunan Afrika mendefenisikan diri mereka pensiun sebagai label untuk memenuhi qualifikasi mendapatkan program pelayanan sosial (Gibson, 1991, dalam Cavanaugh, 2006).

Sebagian alasan mengapa sulit untuk mendefenisikan pensiun dengan tepat karena keputusan untuk pensiun melibatkan kehilangan identitas pekerjaan. Apa yang orang kerjakan sepanjang hidupnya adalah bagian utama dari identitas mereka. Tidak melakukan pekerjaan itu lagi, berarti kita juga telah meletakkan salah satu aspek dari kehidupan mereka dimasa lampau “saya dulu bekerja sebagai manajer di hotel Hilton”, atau mengatakan tidak sama sekali. Kehilangan aspek identitas ini sulit dihadapi, beberapa orang mencari label lain dari pada “pensiun” untuk menggambarkan diri mereka. Sebuah cara yang cukup bermanfaat untuk memandang pensiun sebagai sebuah proses kompleks yang mana seseorang menarik diri berpartisipasi secara full-time (penuh waktu) disebuah pekerjaan (Henretta, dkk, 1997; Mutchler, dkk, 1997; stern&gray, 1999, dalam Cavanaugh, 2006).

Proses penarikan diri ini dapat digambarkan baik sebagai “crispy” (memutuskan diri dari pekerjaan dengan berhenti bekerja secara total) atau ‘blurred” (secara berulang meninggalkan kemudian kembali lagi kerja, dengan beberapa priode waktu tanpa kerja) (Mutchler, dkk 1997 dalam Cavanaugh, 2006).

Lily Djokosetio dan Sidiarto Kusumoputro (2003), mengemukakan bahwa masa pensiun sering dikaitkan dengan rekreasi (recreation). Malahan dianjurkan untuk mengubah kata rekreasi menjadi re-kreasi (re-creation). Masa sebelum pensiun orang sudah membuat atau menciptakan kreasi, maka masa pensiun dianjurkan untuk tetap mengulang dan membuat kreasi baru. Gambaran di atas memberi kita pemahaman bahwa pensiun dapat dimaknai secara beragam baik sebagai masa dimana seseorang melepaskan diri dari keterikatan dengan dunia kerja, sebagai penggambaran diri untuk mencari label bahwa seseorang pernah terikat pada salah satu pekerjaan dan hal itu menjadi bagian dari identitas kehidupannya yang sangat berarti. Di Indonesia sistem pensiun dikenal dalam Pegawai Negeri Sipil dan juga Pegawai Negeri tentara yang mendapatkan pensiun sebagai jaminan hari tua setelah mencapai batas Usia Pensiun yakni usia 56 tahun, dan untuk beberapa jabatan tertentu misalnya: Dosen, peneliti, pejabat sturukutal Eselon I dan II dan beberapa jenis jabatan lainnya bisa diperpanjang sampai dengan batas usia tertentu.

Jenis – Jenis Pensiun

Hurlock (1980) membedakan beberapa jenis pensiun berdasarkan kesediaan seseorang untuk pensiun, yakni:

  1. Pensiun karena sukarela atau pensiun karena kewajiban. Beberapa pekerja menjalani pensiun secara sukarela, seringkali sebelum masa usia pensiun wajib. Hal ini mereka lakukan karena alasan kesehatan atau keinginan untuk menghabiskan sisa hidupnya dengan melakukan hal-hal yang lebih berarti buat mereka sendiri dari pada pekerjaannya saat ini.
  2. Bagi yang lain, pensiun dilakukan secara terpaksa atau disebut juga karena wajib pensiun, karena organisasi dimana seseorang bekerja menetapkan usia tertentu sebagai batas seseorang untuk pensiun, tanpa mempertimbangkan apakah mereka senang atau tidak. Apakah mereka masih produktif atau tidak. Bagi mereka yang lebih suka sikap bekerja tetapi dipaksa keluar pada usia wajib pensiun seringkali menunjukkan sikap kebencian dan akibatnya motivasi mereka untuk melakukan penyesuaian diri yang baik pada masa pensiun sangat rendah. Mereka yang terpaksa pensiun pada usia wajib pensiun cenderung mengalami kemunduran fisik dan psikologis. Di Indonesia kita mengenal Pensiun karena Batas usia pensiun (BUP) dan pensiun dini. Pensiun jenis pertama diberikan kenpada mereka yang telah mencapai batas usia pensiun dan dipertimbangkan tidak bisa lagi diperpanjang untuk jenis jabatan tertentu. Sedang pensiun dini diberikan kepada mereka yang belum mencapai batas usia pensiun tapi memiliki kenginan untuk pensiun dengan masa jabatan telah cukup untuk mendapatkan hak pensiun dan pensiun.

Bagaimana Para pensiunan menggunakan waktunya

1. Terus bekerja setelah pensiun.

Beberapa orang tidak merasa bahagia ketika pensiun kecuali jika mendapatkan pekerjaan. Beberapa pensiunan mendapatkan pekerjaan paruh waktu atau pekerjaan penuh waktu yang baru, mereka menyebut dirinya dengan semi-pensiun (semi-retired) terus melakoni pekerjaan yang telah dilakoni sebelumnya tetapi dengan mengurangi jam kerja atau tanggung jawabnya. Bagi para pekerja mandiri (self-employed) biasanya tidak berhenti serta-merta dari pekerjaan penuh waktu untuk menyempurnakan pensiunnya (Burkhauser & Quinn, 1989 dalam Papalia. Dkk. 2007).

2. Volunteerism (Kesukarelaan)

Mungkin dinegara kita tidak terlalu banyak hal ini dilakukan untuk terlibat dalam kegiatan kesukarelawan, akan tetapi di negara maju seperti Amerika serikat berdasarkan sebuah survey satu dari tiga sampai satu dari setengah penduduk Amerika yang berusia 45 tahun keatas berpatisipasi dalam bentuk pelayanan kemasyarakatan seperti relawan di rumah sakit dan sekolah. Selain itu ada yang bekerja di tempat ibadah seperti gereja dan sinagon. Hal ini juga sering kita jumpai di Indonnesia dimana beberapa lansia aktif terlibat dalam kegiatan di masjid atau gereja. Sedangkan dibeberapa negara berkembang seperti India, kamerun, dan Malta terlibat para lansia membuat diri mereka bermanfaat dengan berkontribusi dalam kegiatan informal yang tidak dibayar seperti menjaga anak-anak, bekerja dengan pemerintah lokal dan rukun warga untuk mengatasi masalah komunitas, dan menjenguk tetangga yang sesama lansia yang sakit dan membutuhkan bantuan (S.C. Taylor, 1993, dalam Papalia, dkk. 2007 )

3. Pengisian waktu luang selama pensiun

Untuk beberapa pensiunan, berbagai pola kehidupan tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, ada sedikit waktu yang tersedia untuk menekuni satu kegiatan aktivitas waktu luang yang selalu mereka nikmati. (Papalia,dkk. 2007). Berdasarkan interview yang dilakukan kepada 25 orang laki-laki dan perempuan, yang telah pensiun dari aktivitas/kerja rutin di sebuah midwestern food-processing plant, menemukan bahwa tidak ada perbuahan pola hidup tapi lebih bersifat kontinuitas. Mereka tidak pernah kuliah dan mereka tua dirumah yang telah ditempati sebelumnya. Aktvitas mereka umumnya aksesibel dan low-cost dilaksanakan di sekitar rumah, keluarga dan kawan mereka, kegiatan mereka, seperti: ngobrol, nonton televisi, mengunjungi teman dan keluarga, hiburang informal, ke restoran murah, bermain kartu, atau hanya sekedar lewat (Kelly, 1994 dalam Papalia, dkk. 2007).

Kiat Memasuki Masa Pensiun

Agar dapat menjalani masa pensiun dengan bahagia Jacinta F. Rini (2001), memberikan beberapa kiat, yakni:

1. Yang paling utama adalah bahwa Anda harus menghadapinya secara rileks. Ketegangan dan kecemasan tidak akan menjadikan segalanya lebih baik. Anda bisa bercermin dan belajar dari pengalaman keberhasilan dan kegagalan di masa lalu, untuk jadi bahan rencana masa depan.

2. Banyak tersenyum dan tertawa akan membuat Anda punya banyak teman yang memberikan keceriaan dalam hidup

3. Jangan terburu-buru dalam menjalani hidup, sebaliknya, nikmatilah setiap moment yang berlalu dalam hidup Anda agar Anda dapat mensyukuri dan merasakan kenikmatan hidup yang sesungguhnya.

4. Buatlah rencana kegiatan setiap hari

5. Lakukanlah kegiatan sosial yang menarik dan mulailah meniti karir di kehidupan pasca-pensiun disertai optimisme bahwa hidup Anda akan menjadi jauh lebih baik lagi dari sebelumnya

6. Pensiun bukan berarti saat-saat di mana Anda harus mencari akal guna membunuh waktu, sebaliknya Anda harus berpikir bagaimana supaya Anda memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk mendatangkan hal-hal terbaik dalam kehidupan Anda selanjutnya.

7. Jangan suka berdiam diri atau membiarkan diri menganggur dan melamun karena hanya akan membangkitkan emosi dan pikiran negatif saja

8. Hilangkan kesepian dan libatkan diri pada orang-orang di dekat Anda

9. Jagalah kondisi dan kesehatan tubuh Anda dengan cara rajin berolah raga dan diet yang baik agar Anda tidak jatuh sakit

10. Kurangi dan hilangkan kebiasaan buruk seperti merokok, mengkonsumsi makanan berlemak tinggi, mengkonsumsi minuman beralkohol atau junk food

11. Pergilah mengunjungi tempat-tempat menarik bersama pasangan atau pun teman-teman/sahabat Anda

12. Hubungi teman-teman Anda baik melalui surat, email atau pun telepon. Siapa tahu ada sesuatu yang baru dan menarik yang bisa didapatkan

13. Pertahankan dan kembangkan hobi yang selama ini tidak sempat terlaksana atau ditekuni karena keterbatasan waktu

14. Bacalah buku-buku yang membangkitkan motivasi Anda

15. Lakukan olah raga atau kegiatan kebersamaan dengan teman-teman yang sifatnya santai

16. Jika memungkinkan, ambil kursus singkat yang menarik dan menunjang hobi atau malah dapat membantu meningkatkan ketrampilan yang diperlukan untuk menekuni usaha baru

17. Jangan lepaskan kebiasaan doa Anda dan luangkan waktu setiap hari beberapa kali untuk berbincang-bincang dan berdiskusi dengan Tuhan

18. Jangan biarkan pesimisme menguasai pikiran dan perasaan Anda

19. Coba perhatikan sekitar Anda dan lihatlah, siapa yang sedang membutuhkan perhatian Anda namun selama ini terluput karena kesibukkan Anda? Carilah pula, bagian mana dari hidup Anda yang perlu dibereskan? Meski keluarga Anda tidak pernah meminta bantuan Anda secara langsung bukan berarti Anda tidak dibutuhkan. Jadi, jadilah orang pertama yang berinisiatif untuk terlibat dalam kegiatan rumah tangga.

20. Cobalah untuk memikirkan bisnis atau usaha baru, atau mulai memikirkan untuk menekuni pekerjaan baru yang lebih cocok dengan usia dan hobi Anda. Jika perlu, ajaklah anggota keluarga atau teman-teman terdekat Anda untuk terlibat di dalamnya.